Sunday 24 November 2013

PENGERTIAN PERPUTARAN PIUTANG DAN PERSEDIAAN



2.1.1.               Pengertian Piutang
Piutang merupakan bagian penerimaan perusahaan yang sangat penting yang timbul sebagai akibat dari adanya kebijaksanaan penjualan barang atau jasa dengan kredit, dimana debitur tidak memberikan suatu jaminan yang secara resmi. Menurut Gitosudarmo (2002:81) “Piutang merupakan aktiva atau kekayaan perusahaan yang timbul sebagai akibat dari dilaksanakannya kebijakan penjualan kredit.” Pos piutang yang terdapat dalam neraca biasanya merupakan bagian yang cukup besar dari aktiva lancar, oleh karena itu perlu mendapat perhatian yang cukup serius agar piutang ini dapat dikelola dengan cara yang seefisien mungkin.
 Menurut Warren (2005 : 392) “Piutang (receivables) meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau organisasi lainnya”. Transaksi paling umum yang menyebabkan munculnya piutang adalah penjualan barang dagang atau jasa secara kredit.
Menurut Smith (2005 : 286) ”Piutang dapat didefenisikan dalam arti luas sebagai hak atau klaim atas uang, barang dan jasa. Namun untuk tujuan akuntansi, istilah ini umumnya diterapkan sebagai klaim yang diharapkan dapat diselesaikan melalui penerimaan kas”. Selain itu juga menurut Smith (2005 : 286) “Setiap penjualan yang terjadi secara kredit, maka secara langsung akan menyebabkan munculnya piutang bagi perusahaan”.
Secara umum piutang dapat didefinisikan sebagai tagihan yang timbul sebagai akibat dari penjualan barang atau jasa secara kredit. Piutang juga dapat timbul ketika perusahaan memberikan pinjaman kepada perusahaan lain dan menerima promes/wesel, melakukan suatu  jasa atau beberapa tipe transaksi lainnya yang menciptakan hubungan antara pihak yang memberi pinjaman dengan pihak yang terhutang. Piutang dicatat dengan mendebet akun piutang usaha dana diklasifikasikan ke dalam neraca sebagai aktiva lancar.

2.1.1.1.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besar Kecilnya Piutang
Perputaran piutang yang dimiliki suatu perusahaan mempunyai hubungan yang erat dengan jumlah penjualan kredit, sehingga didalam usaha pengendalian piutang dilakukan oleh perusahaan adalah melalui kebijakan kredit yaitu harus memperhatikan tentang besarnya kebijaksanaan penjualan kredit yang dilakukan oleh perusahaan terhadap hasil produksinya. Menurut Riyanto (2002:85) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya piutang.
1.        Volume Penjualan Kredit
Makin besar volume penjualan kredit yang dilakukan, makin besar pula investasi yang ditanamkan dalam piutang. Semakin besarnya volume penjualan kredit tiap tahunnya berarti perusahaan itu harus menyediakan investasi lebih besar lagi dalam piutang. Makin besar jumlah piutang berarti makin besar resikonya, tetapi bersamaan dengan itu juga memperbesar profitabilitasnya.
2.        Syarat Pembayaran Penjualan Kredit
Syarat pembayar penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat berarti perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit daripada profitabilitasnya. Semakin panjang batas waktu pembayaran kredit berarti semakin besar jumlah piutangnya.
3.        Ketentuan Tentang Pembatasan Kredit
Pembatasan kredit juga harus ditetapkan oleh perusahaan dalam memberikan kredit. Makin tinggi pembatasan kredit yang ditetapkan bagi masing-masing langganan, berarti semakin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang.
4.        Kebijakan Dalam Mengumpulkan Piutang
Kebijakan pengumpulan piutang oleh perusahaan dapat dilakukan secara aktif maupun pasif. Apabila perusahaan menerapkan kebijaksanaan pengumpulan piutang secara aktif, artinya perusahaan melakukan penagihan sendiri, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya yang lebih besar. Namun hal ini berbeda jika perusahaan menerapkan pengumpulan piutang secara pasif, maka investasi yang ditanamkan dalam piutang akan lebih besar.
5.        Kebiasaan Membayar dari Para Pelanggan
Kebiasaan membayar ini menyangkut pemanfaatan discount period oleh pelanggan, artinya semakin langganan ini memanfaatkan discount period, semakin kecil investasi yang ditanamkan dalam piutang.

2.1.1.2.         Variabel-Variabel Penting Dalam Piutang
Ada beberapa variabel penting yang terkait dengan piutang. Beberapa variabel penting tersebut akan dijelaskan dibawah ini:
1.    Standar Kredit
Standar kredit adalah salah satu kriteria yang dipakai perusahaan untuk menyeleksi para langganan yang diberi kredit dan beberapa jumlah yang dapat diberikan. Standar kredit sangat berhubungan dengan angka kredit, menurut sundjaja dan Barlian (2006 : 239) angka kredit adalah “prosedur yang dihasilkan dalam bentuk angka untuk mengukur keseleruhan kemampuan sipeminjam dalam membayar kredit, yaitu dengan pembobotan rata-rata data keuangan dan karakteristik”.
2.    Persyaratan  Kredit
Adapun yang dimaksud dengan persyaratan kredit adalah kondisi yang disyaratkan untuk pembayaran kembali piutang dari para langganan atau disebut juga dengan syarat pembayaran yang dibutuhkan bagi pelanggan. Persyaratan kredit meliputi tiga hal yaitu : potongan tunai, periode potongan tunai, dan periode kredit.”
3.    Kebijakan Kredit dan pengumpulan Piutang
Kebijakan kredit ditentukan oleh perusahaan yang bersangkutan dan pengumpulan piutang berdasarkan pada umur piutang yang telah ditetapkan sebelumnya. Kebijakan penagihan piutang menurut sundjaja dan Barlian (2007 : 252) adalah “sekumpulan prosedur penagihan suatu piutang dagang pada saat jatuh tempo.”

2.1.1.3.     Perputaran Piutang
Salah satu cara untuk menilai berhasil tidaknya kebijakan penjualan kredit yang dilaksanakan oleh perusahaan dapat dilakukan dengan melihat perputaran piutang. Perputaran piutang merupakan rasio aktivitas yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menggunakan dana yang tersedia yang tercermin dalam perputaran modal. Rasio perputaran piutang memberikan pandangan mengenai kualitas piutang perusahaan dan seberapa berhasilnya perusahaan dalam penagihannya. Semakin cepat perputaran piutang menandakan bahwa modal dapat digunakan secara efisien. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Munawir (2002 : 75) yaitu :
Semakin tinggi (turn over) menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah, sebaliknya kalau rasio semakin rendah berarti ada over investment dalam piutang sehingga memerlukan analisa lebih lanjut, mungkin karena bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif atau mungkin ada perubahan dalam kebijaksanaan pemberian kredit.


 Perputaran piutang ini menunjukkan berapa kali sejumlah modal yang tertanam dalam piutang yang berasal dari penjualan kredit berputar dalam satu periode. Dengan kata lain, rasio perputaran piutang bisa diartikan berapa kali suatu perusahaan dalam setahun mampu “membalikkan’ atau menerima kembali kas dari piutangnya. Semakin tinggi tingkat perputaran piutang berarti semakin cepat dana yang diinvestasikan pada piutang dagang dapat ditagih menjadi uang tunai atau menunjukkan model kerja yang tertanam dalam piutang rendah. Sebaliknya jika tingkat perputaran piutang rendah berarti piutang dagang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat ditagih dalam bentuk uang tunai.

2.1.2.      Pengertian Persediaan
 Menurut  Ikatan Akuntan Indonesia  (2009 : 14.2), Persediaan adalah aktiva:
1.    Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal,
2.    Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan,
3.    Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Menurut riyanto (2008 : 70), “Persedian merupakan elemen utama dari modal kerja yang berupa aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus menerus mengalami perubahan.”
Skousen dan Stice (2004:654) mengatakan bahwa “Persediaan (atau persediaan barang dagangan) secara umum ditujukan untuk barang-barang yang dimiliki oleh perusahaan dagang, baik berupa usaha grosir maupun retail, ketika barang-barang tersebut telah dibeli dan ada kondisi siap dijual”.
Menurut Soemarso (2002 : 384), “Persediaan barang dagang (merchandise inventory) adalah barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali.” Pada perusahaan dagang hanya ada satu jenis persediaan yaitu persediaan barang dagang (merchandise inventory sedangkan pada perusahaan manufaktur terdapat 3 jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku (row material), persediaan barang dalam proses (good in proces / work in proses) dan persediaan barang jadi (finished good).

2.1.2.1.     Biaya atas persediaan
Menurut Yamit (2005:9), biaya-biaya yang timbul dalam persediaan sebagai berikut:
1.              Biaya pembelian (purchase cost)
         Yaitu, harga per unit apabila item dibeli dari pihak lain, atau biaya     produksi per unit apabila diproduksi dalam perusahaan,
2.              Biaya pemesanan (order cost/set up cost)
                       Biaya yang berasal dari pembelian pesanan dari supplier atau biaya persiapan (set up cost) apabila item diproduksi di dalam perusahaan,
3.              Biaya simpan (carrying cost/holding cost)
        Biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupun investasi sarana fisik untuk penyimpanan persediaan,
4.              Biaya kekurangan persediaan
Biaya kekurangan dari dalam perusahaan dapat berupa penundaan pengiriman maupun idle kapasitas. Jika terjadi kekurangan atas permintaan suatu item, perusahaan harus melakukan back order atau mengganti dengan item lain atau membatalkan pengeriman.

Para pemilik dan manajer berusaha keras untuk membuat persediaan barang-barangnya terjual secepat mungkin karena barang-barang yang tidak terjual akan mengurangi laba. Makin cepat penjualan yang terjadi maka makin tinggi labanya, yang berarti perusahaan mendapat tambahan aliran kas. Makin lambat penjualannya, maka rendah labanya.idealnya suatu usaha dapat beroperasi tanpa adanya simpanan persediaan. Walaupun demikian, kebanyakan perusahaan harus mempunyai persediaan barang untuk pelanggannya.

2.1.2.2.     Perputaran Persediaan
Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai perputaran persediaan, beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya tentang perputaran persediaan diantaranya:
Menurut Waren et al, (2005:462) “ perputaran persediaan (Inventory Turn over) mengukur antara volume barang dagang dijual dengan jumlah persediaan yang dimiliki selama periode berjalan”.
Menurut Munawir (2002:77) “Perputaran persediaan adalah merupakan rasio antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata persediaan yang dimiliki oleh Perusahaan.” Perputaran persediaan menunjukkan berapa kali persediaan dijual dan diganti dalam waktu satu mengindikasikan bahwa tingkat penjualan yang tinggi pada perusahaan.
 
Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa tingkat perputaran persediaan mengukur kemampuan perusahaan dalam melakukan perputaran barang dagangannya dan menunjukkan hubungan antara barang yang diperlukan untuk menunjang atau mengimbangi tingkat penjualan yang telah ditentukan, serta efisiensi persediaan dapat dilihat dari tingkat perputaran persediaan. Semakin cepat perputaran persediaan maka akan semakin efisien penggunaan persediaan dalam suatu perusahaan.