2.1.1.
Pengertian Piutang
Piutang merupakan bagian penerimaan perusahaan yang sangat penting
yang timbul sebagai akibat dari adanya kebijaksanaan penjualan barang atau jasa
dengan kredit, dimana debitur tidak memberikan suatu jaminan yang secara resmi.
Menurut Gitosudarmo (2002:81) “Piutang merupakan aktiva atau kekayaan
perusahaan yang timbul sebagai akibat dari dilaksanakannya kebijakan penjualan
kredit.” Pos piutang yang terdapat dalam neraca biasanya merupakan bagian yang
cukup besar dari aktiva lancar, oleh karena itu perlu mendapat perhatian yang
cukup serius agar piutang ini dapat dikelola dengan cara yang seefisien
mungkin.
Menurut Warren (2005 : 392)
“Piutang (receivables) meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap
pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau organisasi lainnya”.
Transaksi paling umum yang menyebabkan munculnya piutang adalah penjualan
barang dagang atau jasa secara kredit.
Menurut Smith
(2005 : 286) ”Piutang dapat didefenisikan dalam arti luas sebagai hak atau
klaim atas uang, barang dan jasa. Namun untuk tujuan akuntansi, istilah ini
umumnya diterapkan sebagai klaim yang diharapkan dapat diselesaikan melalui
penerimaan kas”. Selain itu juga menurut Smith (2005 : 286) “Setiap penjualan
yang terjadi secara kredit, maka secara langsung akan menyebabkan munculnya
piutang bagi perusahaan”.
Secara umum
piutang dapat didefinisikan sebagai tagihan yang timbul sebagai akibat dari
penjualan barang atau jasa secara kredit. Piutang juga dapat timbul ketika
perusahaan memberikan pinjaman kepada perusahaan lain dan menerima
promes/wesel, melakukan suatu jasa atau
beberapa tipe transaksi lainnya yang menciptakan hubungan antara pihak yang
memberi pinjaman dengan pihak yang terhutang. Piutang dicatat dengan mendebet
akun piutang usaha dana diklasifikasikan ke dalam neraca sebagai aktiva lancar.
2.1.1.1. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Besar Kecilnya Piutang
Perputaran piutang yang dimiliki suatu perusahaan mempunyai
hubungan yang erat dengan jumlah penjualan kredit, sehingga didalam usaha pengendalian
piutang dilakukan oleh perusahaan adalah melalui kebijakan kredit yaitu harus
memperhatikan tentang besarnya kebijaksanaan penjualan kredit yang dilakukan
oleh perusahaan terhadap hasil produksinya. Menurut Riyanto (2002:85) terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya piutang.
1.
Volume Penjualan Kredit
Makin besar volume penjualan
kredit yang dilakukan, makin besar pula investasi yang ditanamkan dalam
piutang. Semakin besarnya volume penjualan kredit tiap tahunnya berarti
perusahaan itu harus menyediakan investasi lebih besar lagi dalam piutang.
Makin besar jumlah piutang berarti makin besar resikonya, tetapi bersamaan
dengan itu juga memperbesar profitabilitasnya.
2.
Syarat Pembayaran Penjualan Kredit
Syarat pembayar penjualan kredit
dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat
pembayaran yang ketat berarti perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit
daripada profitabilitasnya. Semakin panjang batas waktu pembayaran kredit berarti
semakin besar jumlah piutangnya.
3.
Ketentuan Tentang Pembatasan Kredit
Pembatasan kredit juga harus
ditetapkan oleh perusahaan dalam memberikan kredit. Makin tinggi pembatasan
kredit yang ditetapkan bagi masing-masing langganan, berarti semakin besar pula
dana yang diinvestasikan dalam piutang.
4.
Kebijakan Dalam Mengumpulkan Piutang
Kebijakan pengumpulan piutang
oleh perusahaan dapat dilakukan secara aktif maupun pasif. Apabila perusahaan
menerapkan kebijaksanaan pengumpulan piutang secara aktif, artinya perusahaan melakukan
penagihan sendiri, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya yang lebih besar.
Namun hal ini berbeda jika perusahaan menerapkan pengumpulan piutang secara
pasif, maka investasi yang ditanamkan dalam piutang akan lebih besar.
5.
Kebiasaan Membayar dari Para Pelanggan
Kebiasaan membayar ini menyangkut pemanfaatan discount
period oleh pelanggan, artinya semakin langganan ini memanfaatkan discount
period, semakin kecil investasi yang ditanamkan dalam piutang.
2.1.1.2.
Variabel-Variabel Penting
Dalam Piutang
Ada beberapa variabel penting yang
terkait dengan piutang. Beberapa variabel penting tersebut akan dijelaskan
dibawah ini:
1. Standar
Kredit
Standar
kredit adalah salah satu kriteria yang dipakai perusahaan untuk menyeleksi para
langganan yang diberi kredit dan beberapa jumlah yang dapat diberikan. Standar
kredit sangat berhubungan dengan angka kredit, menurut sundjaja dan Barlian
(2006 : 239) angka kredit adalah “prosedur yang dihasilkan dalam bentuk angka
untuk mengukur keseleruhan kemampuan sipeminjam dalam membayar kredit, yaitu
dengan pembobotan rata-rata data keuangan dan karakteristik”.
2. Persyaratan
Kredit
Adapun
yang dimaksud dengan persyaratan kredit adalah kondisi yang disyaratkan untuk
pembayaran kembali piutang dari para langganan atau disebut juga dengan syarat
pembayaran yang dibutuhkan bagi pelanggan. Persyaratan kredit meliputi tiga hal
yaitu : potongan tunai, periode potongan tunai, dan periode kredit.”
3.
Kebijakan Kredit dan
pengumpulan Piutang
Kebijakan
kredit ditentukan oleh perusahaan yang bersangkutan dan pengumpulan piutang
berdasarkan pada umur piutang yang telah ditetapkan sebelumnya. Kebijakan
penagihan piutang menurut sundjaja dan Barlian (2007 : 252) adalah “sekumpulan
prosedur penagihan suatu piutang dagang pada saat jatuh tempo.”
2.1.1.3. Perputaran Piutang
Salah satu cara untuk menilai
berhasil tidaknya kebijakan penjualan kredit yang dilaksanakan oleh perusahaan
dapat dilakukan dengan melihat perputaran piutang. Perputaran piutang merupakan
rasio aktivitas yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
menggunakan dana yang tersedia yang tercermin dalam perputaran modal. Rasio
perputaran piutang memberikan pandangan mengenai kualitas piutang perusahaan
dan seberapa berhasilnya perusahaan dalam penagihannya. Semakin cepat
perputaran piutang menandakan bahwa modal dapat digunakan secara efisien. Hal
tersebut sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Munawir (2002 : 75)
yaitu :
Semakin tinggi (turn over) menunjukkan
modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah, sebaliknya kalau rasio
semakin rendah berarti ada over investment dalam piutang sehingga memerlukan
analisa lebih lanjut, mungkin karena bagian kredit dan penagihan bekerja tidak
efektif atau mungkin ada perubahan dalam kebijaksanaan pemberian kredit.
Perputaran piutang ini menunjukkan berapa kali
sejumlah modal yang tertanam dalam piutang yang berasal dari penjualan kredit
berputar dalam satu periode. Dengan kata lain, rasio perputaran piutang bisa
diartikan berapa kali suatu perusahaan dalam setahun mampu “membalikkan’ atau
menerima kembali kas dari piutangnya. Semakin tinggi tingkat perputaran piutang
berarti semakin cepat dana yang diinvestasikan pada piutang dagang dapat
ditagih menjadi uang tunai atau menunjukkan model kerja yang tertanam dalam
piutang rendah. Sebaliknya jika tingkat perputaran piutang rendah berarti
piutang dagang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat ditagih dalam
bentuk uang tunai.
2.1.2.
Pengertian Persediaan
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009 : 14.2), Persediaan adalah aktiva:
1. Tersedia
untuk dijual dalam kegiatan usaha normal,
2. Dalam
proses produksi dan atau dalam perjalanan,
3. Dalam
bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.
Menurut riyanto (2008 : 70), “Persedian merupakan elemen
utama dari modal kerja yang berupa aktiva yang selalu dalam keadaan berputar,
dimana secara terus menerus mengalami perubahan.”
Skousen dan Stice (2004:654)
mengatakan bahwa “Persediaan (atau persediaan barang dagangan) secara umum
ditujukan untuk barang-barang yang dimiliki oleh perusahaan dagang, baik berupa
usaha grosir maupun retail, ketika barang-barang tersebut telah dibeli dan ada
kondisi siap dijual”.
Menurut Soemarso (2002 : 384), “Persediaan barang dagang (merchandise
inventory) adalah barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual
kembali.” Pada perusahaan dagang hanya ada satu jenis persediaan yaitu
persediaan barang dagang (merchandise inventory sedangkan pada
perusahaan manufaktur terdapat 3 jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku (row
material), persediaan barang dalam proses (good in proces / work in
proses) dan persediaan barang jadi (finished good).
2.1.2.1.
Biaya
atas persediaan
Menurut Yamit (2005:9), biaya-biaya yang timbul dalam
persediaan sebagai berikut:
1.
Biaya pembelian (purchase cost)
Yaitu, harga per unit apabila item
dibeli dari pihak lain, atau biaya produksi
per unit apabila diproduksi dalam perusahaan,
2.
Biaya pemesanan (order cost/set up cost)
Biaya yang berasal dari
pembelian pesanan dari supplier atau biaya persiapan (set up cost) apabila item diproduksi di dalam perusahaan,
3.
Biaya simpan (carrying cost/holding cost)
Biaya yang dikeluarkan atas investasi
dalam persediaan dan pemeliharaan maupun investasi sarana fisik untuk
penyimpanan persediaan,
4.
Biaya kekurangan persediaan
Biaya kekurangan dari dalam
perusahaan dapat berupa penundaan pengiriman maupun idle kapasitas. Jika
terjadi kekurangan atas permintaan suatu item, perusahaan harus melakukan back
order atau mengganti dengan item lain atau membatalkan pengeriman.
Para pemilik dan manajer berusaha
keras untuk membuat persediaan barang-barangnya terjual secepat mungkin karena
barang-barang yang tidak terjual akan mengurangi laba. Makin cepat penjualan
yang terjadi maka makin tinggi labanya, yang berarti perusahaan mendapat
tambahan aliran kas. Makin lambat penjualannya, maka rendah labanya.idealnya
suatu usaha dapat beroperasi tanpa adanya simpanan persediaan. Walaupun
demikian, kebanyakan perusahaan harus mempunyai persediaan barang untuk
pelanggannya.
2.1.2.2. Perputaran Persediaan
Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai perputaran
persediaan, beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya tentang perputaran
persediaan diantaranya:
Menurut Waren et al, (2005:462) “ perputaran persediaan (Inventory Turn over) mengukur antara
volume barang dagang dijual dengan jumlah persediaan yang dimiliki selama
periode berjalan”.
Menurut Munawir (2002:77)
“Perputaran persediaan adalah merupakan rasio antara jumlah harga pokok barang
yang dijual dengan nilai rata-rata persediaan yang dimiliki oleh Perusahaan.”
Perputaran persediaan menunjukkan berapa kali persediaan dijual dan diganti
dalam waktu satu mengindikasikan bahwa tingkat penjualan yang tinggi pada
perusahaan.
Berdasarkan
teori-teori yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa tingkat perputaran
persediaan mengukur kemampuan perusahaan dalam melakukan perputaran barang
dagangannya dan menunjukkan hubungan antara barang yang diperlukan untuk
menunjang atau mengimbangi tingkat penjualan yang telah ditentukan, serta
efisiensi persediaan dapat dilihat dari tingkat perputaran persediaan. Semakin
cepat perputaran persediaan maka akan semakin efisien penggunaan persediaan
dalam suatu perusahaan.